Pusuk Buhit, demikian masyarakat
Batak yang berada di Toba
Samosir, Sumatera Utara, menyebutnya. Perbukitan dengan ketinggian
berkisar
1.800 mdpl tersebut ditumbuhi berbagai pepohonan kecil serta pohon
pinus.
Konon berdasarkan kepercayaan
masyarakat Batak dari bukit inilah untuk pertama sekalinya pencipta
alam semesta
menampakkan diri, yang dinamakan oleh orang Batak dengan sebutan Mula
Jadinabolon. Sehingga wajar kalau sampai sekarang kawasan ini masih
keramat
dan dijadikan salah satu kawasan tujuan wisata sejarah.
Memang membincangkan potensi wisata
Toba Samosir tampaknya
tidak akan pernah merasa puas, apalagi jika perjalanan itu baru
pertama
kalinya. Hal ini wajar karena potensi yang mereka miliki memang sangat
kaya
terutama soal keindahan alam. Apalagi dipadukan dengan cerita sejarah,
boleh
dibilang daerah ini adalah salah satu lumbung dari cerita sejarah yang
bisa
menemani perjalanan wisata Anda. Dari sekian banyak yang bisa
dinikmati
misalnya Batu Hobon, Sopo Guru Tatea Bulan, Perkampungan Siraja Batak,
Pusuk
Buhit, dan lainnya.Dari atas perbukitan ini, sebagai wisatawan yang
baru
pertama berkunjung ke sana pastilah akan tertegun sejenak. Karena
selain
panorama yang disajikan memang sangat indah, kita juga bisa melihat
secara
leluasa sebahagian besar kawasan perairan Danau Toba sekaligus Pulau
Samosirnya. Selain itu dari lereng perbukitan tersebut pengunjung yang
datang
bisa juga menikmati panorama perkampungan yang berada di antara
lembah-lembah
perbukitan seperti perkampungan Sagala, Perkampungan Hutaginjang yang
membentang luas.
Selain pemandangan ini, wisatawan yang pernah datang ke
sana tentunya akan melihat dan mendengar gemercik aliran air terjun
yang
berada persis di perbukitan berdekatan dengan perkampungan Sagala.
Masih dari
lereng bukit yang jalannya berkelok-kelok tetapi sudah beraspal dengan
lebar
berkisar 4 meter, pengunjung juga bisa memperhatikan kegiatan
pertanian yang
dikerjakan oleh masyarakat sekitarnya. Malah yang lebih asyik lagi
adalah
menikmati matahari yang akan terbenam dari celah bukit dengan hutan
pinusnya.
Untuk mencapai puncak bukit
tersebut, pengunjung bisa
menggunakan bus roda empat maupun kenderaan roda dua. Namun bus yang
dipergunakan tidak bisa sampai di puncak sehingga harus berjalan kaki
berkisar 500 meter dari titik akhir parkir kenderaan yang berada di
Desa Huta
Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula. Namun demikian sikap waspada
harus
tetap dipasang, karena memang jalan yang berkelok-kelok tersebut di
kanan dan
kirinya selalu ada jurang yang terjal. Selain itu sebelum menuju Pusuk
Bukit,
dari kawasan Pangururan pengunjung bisa menikmati secara utuh
pemandangan
bukit dengan latar depan air Danau Toba.
Sementara itu, satu paket dengan
perjalan menuju ke puncak
Pusuk Buhit pengunjung juga bisa menikmati apa yang disebut dengan
sumur
tujuh rasa.(Aek Sipitu Dai) Disebut sumur tujuh rasa karena memang sumur ini memiliki
tujuh
pancuran yang memiliki rasa air yang berbeda-beda. Bagi masyarakat
sekitar
Sumur Tujuh Rasa tersebut sehari-harinya dipergunakan sebagai sumber
utama
air bersih. Sehingga tidak mengherankan kalau wisatawan datang, banyak
masyarakat
yang menggunakan air yang berada di sana.
Sumur Tujuh Rasa sebenarnya berada di Desa Sipitudai satu kecamatan dengan perbukitan Pusuk Buhit yaitu Sianjur Mula-Mula. Kalau kita mencoba untuk merasakan ketujuh air mancur yang ada, maka dari sumber air mancur itu akan kita rasakan air yang terasa: asin, tawar, asam, kesat serta rasa yang lainnya. Sementara berdasarkan keterangan masyarakat setempat, sumber air yang mancur itu keluar dari mata air yang berada di bawah Pohon Beringin. Memang di bawah lokasi Sumut Tujuh Tersebut tumbuh besar pohon beringin yang sangat rindang dan membuat teduh sekitar lokasi sumur.
Keberadaan Sumur Tujuh Rasa ini sebenarnya sudah lama
seiring dengan keberadaan masyarakat perkampungan Sipitudai. Masyarakat
sekitar mempercayai kalau keberadaan sumur ini tidak terlepas dari
cerita
raja Batak yang berada di lokasi tersebut. Kalau cerita muncur ke
belakang,
maka masyarakat menyebutkan bahwa dulu diperkampungan ini ada
kerajaan. Untuk
memenuhi kebutuhan air bersih, mandi serta lainnya mereka mengandalkan
sumber
air ini.
Cerita ini
mungkin ada benarnya, sebab kalau kita amati secara teliti di lokasi
yang
telah disekat dengan tembok beton oleh masyarakat sekitar akan kita
temukan
peniggalan seperti batu cucian dari batu alam, lubang-lubang untuk
permainan
congkak. Jadi, masyarakat yang ada memang mempercayai kalau sumur ini
masih
keramat dan menjadi salah satu objek yang sering dikunjungi wisatawan
yang
datang. Hanya satu catatan yang penting untuk lokasi ini adalah
masalah penataan
dan kebersihan yang memang belum memasyarakat. Tentunya kondisi ini
menjadi
catatan tersendiri bagi pemda dan masyarakat untuk melakukan penaaan
yang
lebih baik lagi.
Setelah bergerak
menyusuri jalanan yang ada berkisar,maka wisatawan yang berkunjung
akan
menemukan satu lokasi yang keramat yang disebut lokasi Batu Hobon,
Sopo Guru
Tatean Bulan atau Rumah Guru Tatea Bulan serta perkampungan Siraja
Batak yang
lokasinya tidak berjauhan. Dan bila kita tarik garis lurus, maka
posisi
ketiga lokasi yang masih dianggap keramat ini persis lurus dari satu
perbukitan ke perbukitan yang berada di bawahnya. Ketika berada di
Sopo Guru
Tatea Bulan akan ditemukan patung-patung Siraja Batak dengan
keturunannya. Di
rumah dengan desain khas masyarakat batak ini juga akan ditemukan
patung-patung sebagai penjaga rumah seperti gajah, macan, kuda.
Sementara
rumah yang berdiri di atas bukit ini didesain dari kayu dan tangga
dari batu
tetapi atapnya tetap terbuat dari ijuk. Namun yang lebih penting lagi
adalah
ketika ingin masuk dan memperhatikan lebih detail lagi seluk rumah
ini, maka
Anda harus melepaskan sandal maupun sepatu. Secara lebih detail di
Sopo Guru
Tatea Bulan akan kita temukan patung-patung keturunan Siraja Batak,
seperti
Patung Saribu Raja sepasang dengan istrinya, Patung Limbong
Mulana,
Patung Sagala Raja serta Patung Silau Raja. Berdasarkan kepercayaan
masyarakat Batak marga-marga yang ada sekarang ini berasal dari
keturunan
Siraja Batak. Selain itu keberadaan rumah ini juga telah diresmikan
oleh
DewanPengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tate Bulan tahun 1995 yang
lalu.
Artinya ketika kita berada di sana akan ditemukan juga penjaga yang
akan
menjelaskan keberadaan patung yang berada di Sopo Guru Tatea Bulan
serta
sejarah ringkasnya.
Sejalan dengan
legenda itu, pengunjung juga akan menikmati Batu Hobo yang konon
menurut
cerita merupakan lokasi yang dijadikan penyimpanan harta oleh Siraja
Batak.
Batu ini berada perbukitan yang lebih rendah lagi dari Sopo Guru Tatea
Bulan
berdekatan dengan perkampungan masyarakat. berdasarkan sejarah Batu
Hobon ini
tidak bisa dipecahkan, tetapi kalau dipukul seperti ada ruangan di
bawahnya.
Namun sampai sekarang tidak bisa dibuka walaupun dilakukan dengan
peledakan
mortir. Selanjutnya untuk melengkapkan referensi tentang sejarah Sopo
Guru
Tatea Bulan, maka akan ditemukan perkampungan Siraja Batak. Lokasi
perkampungan ini berada di perbukitan yang berada di atasnya dengan
jarak
yang tidak terlalu jauh sekali berkisar 500 meter.
Untuk
kelengkapan perjalanan menuju Pusuk Buhit setidaknya harus berhenti
sejenak
di atas perbukitan yang berada di Desa Huta Ginjang. Mengapa? Karena
dari
lokasi ini akan terlihat jelas Pulau Tulas yang berdampingan dengan
Pulau
Samosir. Pulau Tulas itu sendiri tidak memiliki penghuni tetapi
ditumbuhi
dengan semak belukar dan hidup berbagai hewan liar lainnya.
Sudah lengkapkah
perjalanan wisata kita! Tentulah belum, sebab untuk mengakhirinya kita
harus
berada di puncak Pusuk Buhit. Setidaknya untuk mendapatkan dan
merasakan
semilir angin sejuk di puncaknya sambil memandang panorama Danau Toba
sesungguhnya. Sedangkan untuk menghilangkan keletihan dan mengambil
semangat
baru, pengunjung bisa menikmati air hangat setelah turun persis berada
di
kakai Pusuk Buhit bernama pemandian Aek Rangat yang berada di Desa
Sihobung
Hobungi. Setidaknya rasa lelah dan semangat baru kembali datang.
Horas.....!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar Anda disini...